Transformasi AI dalam Menjaga Benteng Infrastruktur IT, Database, dan Security Enterprise

Transformasi AI dalam Menjaga Benteng Infrastruktur IT, Database, dan Security Enterprise | Sumber foto : Istimewa

Arahnesia.ID – Malam Sabtu biasanya menjadi waktu bagi banyak orang untuk melepas penat setelah sepekan bekerja. Namun, bagi ratusan pegiat teknologi di Indonesia, malam itu menjadi momen istimewa. Layar komputer mereka berpendar, menampilkan sosok legenda IT Indonesia, Pak Onno W. Purbo, dan seorang pakar enterprise infrastructure, Mas Teguh Prasetyo Mulyo. Webinar yang mengusung tema “AI dalam Monitoring IT Infrastruktur, Database, dan Security di Enterprise” ini bukan sekadar diskusi teknis biasa, melainkan sebuah panduan bagi para praktisi IT untuk bertahan hidup di tengah badai data yang semakin gila.

Pak Onno membuka sesi dengan sebuah analogi yang sangat membumi. Beliau mengibaratkan seorang admin IT atau manajer infrastruktur sebagai seorang dokter. Dalam dunia medis, ada dua cara menangani penyakit, preventif (pencegahan) dan kuratif (pengobatan). Pak Onno menekankan bahwa di dunia enterprise, menjadi dokter saja tidak cukup, kita harus bisa menjadi “dukun”. Mengapa? Karena kita harus bisa meramal masa depan. Sebelum sebuah server collapse atau database macet, seorang admin harus sudah tahu gejalanya dan memberikan “obat” sebelum bencana benar-benar terjadi.

Bayangkan jika kita hanya mengandalkan mata manusia untuk memantau ribuan sensor keamanan atau jutaan baris log database. Pak Onno menyebutnya dengan istilah “teler”. Manusia punya keterbatasan, sementara data infrastruktur terus membengkak setiap detiknya. Di sinilah Artificial Intelligence (AI) masuk sebagai pahlawan. AI bukan datang untuk menggantikan peran strategis manusia, melainkan untuk mengerjakan “pekerjaan kotor”: memelototi database 24 jam non-stop, mencari anomali yang paling halus sekalipun, dan memprediksi kapan sebuah perangkat akan mencapai akhir umurnya.

Contoh klasik yang sering terjadi adalah kegagalan sistem penerimaan siswa baru atau pengumuman penting pemerintah. Saat tahap pengembangan, sistem berjalan mulus karena penggunanya sedikit. Namun, begitu dihajar akses satu kota secara bersamaan, server langsung tumbang. Menurut Pak Onno, hal-hal memalukan seperti ini seharusnya bisa dihindari jika kita menerapkan pendekatan preventif melalui perencanaan berbasis AI. Dengan bantuan AI, kita bisa melakukan planning yang akurat, misalnya memprediksi kebutuhan core tambahan atau mengatur distribusi titik akses Wi-Fi dalam sebuah ruang seminar besar sebelum peserta datang.

Baca Juga  Berbagai Jenis Layanan Internet untuk Menunjang Produktivitas Digital Sehari hari

Setelah Pak Onno memberikan landasan filosofis yang kuat, Mas Teguh Prasetyo Mulyo mengambil alih kemudi diskusi. Mas Teguh, yang sehari-harinya bergelut di dunia distribusi teknologi sebagai sales engineer, membawa perspektif yang sangat praktis dari dunia industri. Beliau menekankan bahwa dalam lingkungan enterprise yang sudah mature, infrastruktur bukan lagi sekadar kabel dan server fisik. Dunia sekarang sudah bergeser ke arah kolaborasi antara on-premises dan cloud (AWS, Azure, GCP).

Mas Teguh memperkenalkan sebuah konsep menarik yang sedang menjadi tren di dunia keamanan yaitu Purple Team. Selama ini kita mengenal Red Team yang bertugas menyerang dan Blue Team yang bertugas bertahan. Kini muncul area Purple yang bertugas memberikan visibilitas di kedua sisi. Teknologi AI yang ada di dalam Purple Team mampu mensimulasikan teknik serangan hacker secara otomatis, merujuk pada standar MITRE ATT&CK, lalu memberikan rekomendasi perbaikan kepada tim pertahanan sebelum hacker asli benar-benar masuk.

Salah satu poin penting yang ditegaskan Mas Teguh adalah bahwa AI itu sebenarnya tidak langsung pintar saat “lahir”. AI menjadi pintar karena dilatih (trained). Di dunia infrastruktur IT, proses berpikir AI digunakan untuk mengumpulkan data dan mengambil keputusan otomatis. Jika dulu seorang admin harus menghafal langkah-langkah konfigurasi yang rumit secara berurutan, kini di era enterprise modern, para vendor berlomba-lomba menyematkan fitur “Chat AI”. Kita cukup berbicara atau mengetik instruksi dalam bahasa manusia, dan AI akan meracik skrip konfigurasinya atau bahkan mengeksekusinya secara langsung.

Dalam pemaparannya, Mas Teguh mendemonstrasikan bagaimana teknologi observability bekerja. Di lingkungan enterprise, masalah sering kali berujung pada saling tuding antar divisi. “Pasti jaringannya yang lambat!” teriak tim aplikasi. Sementara tim jaringan bersikeras bahwa servernya yang bermasalah. Dengan bantuan AI yang terintegrasi, kita bisa memiliki Single Dashboard Monitoring. AI akan menangkap data metrik, log, hingga behavior dari setiap perangkat, mulai dari switch, access point, hingga container aplikasi.

AI di sini berperan melakukan Reduce Noise. Sering kali sistem monitoring tradisional memberikan terlalu banyak alarm (alert) hingga admin menjadi abai. AI akan memfilter mana alarm yang benar-benar kritikal berdasarkan tren perilaku normal perangkat. Misalnya, jika penggunaan CPU mencapai 80% di tanggal gajian, AI akan menganggap itu normal untuk industri perbankan. Namun, jika angka yang sama muncul di tengah malam pada hari libur, AI akan segera memberikan sinyal bahaya. Ini yang disebut dengan Intelligent Alerting.

Masuk lebih dalam ke urusan database, Mas Teguh menjelaskan bahwa database adalah jantung dari setiap transaksi enterprise. Namun, mengelola banyak jenis database sekaligus, seperti SQL Server, Oracle, dan PostgreSQL adalah tantangan yang luar biasa. AI dalam monitoring database mampu mendeteksi Wait Time atau waktu tunggu eksekusi query. Jika ada query yang lambat, AI tidak hanya memberitahu bahwa ada masalah, tapi juga memberikan saran teknis, “Tambahkan indeks di bagian ini” atau “Skrip ini tidak efisien, gunakan skrip rekomendasi berikut.” Ini adalah lompatan besar dari sekadar pemantauan menjadi asisten cerdas yang menyuapi solusi.

Baca Juga  Apa Itu Internet? Panduan Lengkap Memahami Definisi, Cara Kerja, dan Peran ISP di Era Digital

Tak hanya itu, aspek forecasting juga menjadi primadona dalam webinar ini. Mas Teguh menunjukkan fitur prediksi kapasitas disk atau memori. AI akan menghitung tren penggunaan data selama beberapa bulan terakhir dan memberikan ramalan,”Disk Anda akan penuh dalam 15 hari lagi.” Data seperti ini sangat berharga bagi tim IT untuk mengajukan anggaran ke manajemen. Manajemen biasanya tidak akan memberikan dana hanya dengan alasan “perangkat terasa panas,” tapi mereka akan lebih mudah setuju jika disodori data prediksi AI yang menunjukkan risiko sistem akan mati total dalam waktu dekat.

Diskusi kemudian beralih ke sisi keamanan yang lebih ofensif namun edukatif. Menggunakan Bridge Attack Simulation, Mas Teguh menunjukkan bagaimana AI bisa mensimulasikan serangan ransomware tanpa benar-benar merusak sistem. Sistem akan mengecek apakah pagar keamanan kita sudah cukup kuat menahan teknik-teknik pencurian data terbaru. Hal ini sangat penting karena hacker pun sekarang sudah menggunakan AI untuk melakukan profiling sasaran secara cepat. Jika kita tidak menggunakan “perisai” AI, kita akan tertinggal dalam perlombaan senjata digital ini.

Mas Teguh juga menyoroti masalah kerahasiaan data saat perusahaan menggunakan AI. Ada kekhawatiran bahwa saat kita bertanya pada AI, data rahasia perusahaan justru ikut terkirim ke server pihak ketiga. Solusinya adalah penggunaan AI Gateway. Alat ini bertugas sebagai filter di tengah-tengah. Ia akan mengecek apakah instruksi yang kita kirim mengandung data sensitif seperti gaji direktur atau rahasia dapur perusahaan. Jika ya, data tersebut akan dicegah keluar. AI Gateway juga membantu perusahaan menghemat biaya dengan memilih model bahasa (LLM) yang paling efisien untuk setiap pertanyaan.

Menjelang akhir sesi, Pak Onno memberikan perspektif bagi mereka yang memiliki keterbatasan dana untuk membeli solusi enterprise yang mahal. Beliau menyarankan eksplorasi alat open-source seperti N8N untuk otomasi atau Olama untuk menjalankan model AI secara lokal di komputer sendiri tanpa internet. Meski perjuangannya lebih berat dalam hal pengodingan, hasilnya bisa mendekati apa yang ditawarkan solusi berbayar. Namun, bagi perusahaan besar yang tidak ingin ambil pusing dan membutuhkan dukungan teknis penuh, solusi enterprise tetap menjadi pilihan utama.

Baca Juga  Berbagai Jenis Layanan Internet untuk Menunjang Produktivitas Digital Sehari hari

Pesan penutup dari webinar ini sangat jelas: AI adalah masa depan operasional IT. Kita harus mulai belajar sekarang, baik di area cloud maupun kecerdasan buatan, karena AI akan masuk ke setiap lini bisnis. Pak Onno mengingatkan, kunci utamanya adalah data. AI butuh waktu minimal 7 hari untuk mempelajari pola perilaku sebuah sistem sebelum ia bisa memberikan hasil yang akurat. Semakin lama AI “bersekolah” di sistem kita, semakin pintar ia menjadi dukun yang melindungi infrastruktur kita dari badai masalah.

Webinar malam itu diakhiri dengan rasa optimisme. Peserta pulang dengan pemahaman baru bahwa AI bukan lagi fiksi ilmiah, melainkan alat kerja nyata yang membantu admin IT tidur lebih nyenyak, tidak dimarahi bos karena sistem mati mendadak, dan mampu berargumentasi secara cerdas berbasis data saat perencanaan masa depan. Sebagaimana kata Pak Onno, teknologi ada untuk memudahkan manusia, asalkan kita tahu cara mengajarinya dengan benar. (*)

Catatan:
Artikel ini bersumber dari video channel Youtube Onno Center : OWP 20251219 ONNOCENTER AI dalam monitoring IT infrastructure database security