Pendidikan Moral dan Literasi Digital: “Menguatkan Karakter di Era Teknologi”

Pendidikan Moral dan Literasi Digital: “Menguatkan Karakter di Era Teknologi”

Hampir semua aktivitas siswa hari ini terhubung dengan dunia digital, mulai dari belajar, mencari informasi, hingga berkomunikasi. Akan tetapi, kemudahan-kemudahan ini juga memiliki tantangan, seperti tersebarnya berita bohong, maraknya perundungan online, dan menurunnya sopan santun dalam interaksi digital. Penelitian Saragih, Amini, dan Jannah (2024) menunjukkan bahwa berdasarkan survei APJII, sekitar 49% pengguna internet pernah mengalami atau menyaksikan perundungan di media sosial, sebuah angka yang menggambarkan betapa seriusnya risiko interaksi negatif di ruang digital bagi remaja yang merupakan pengguna aktif media sosial. Temuan tersebut menegaskan bahwa sekolah dan keluarga harus lebih waspada karena sebagian besar korban bahkan tidak melaporkan kasus yang dialami, sehingga masalah ini kerap tidak tertangani. Oleh karena itu, pendidikan moral dan literasi digital menjadi kebutuhan penting agar siswa mampu bersikap bijak ketika menggunakan teknologi.

Dalam Al-Qur’an, Allah mengingatkan agar manusia selalu memeriksa kebenaran informasi. “Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6). Ayat ini sejalan dengan tantangan dunia digital hari ini, di mana informasi begitu cepat beredar tanpa filter dan sering kali menyesatkan. Oleh karena itu, penting bagi siswa untuk memiliki kemampuan literasi media untuk membedakan antara informasi yang benar dan hoaks, serta menerapkan nilai-nilai moral dalam interaksi mereka. Prinsip tabayyun yang diajarkan ayat ini dapat diterapkan dalam praktik modern melalui kebiasaan melakukan cross-check, memilih sumber tepercaya, dan menjaga etika bermedia sebelum membagikan atau menanggapi informasi.

Banyak orang menganggap literasi digital hanya soal kemampuan memakai perangkat atau aplikasi. Padahal, yang jauh lebih penting adalah kemampuan memahami dampak perilaku digital terhadap diri sendiri dan orang lain. Siswa perlu dibiasakan untuk berpikir kritis, memilah informasi, serta menjaga etika dalam komunikasi online. Penelitian dari Tanjung et al. (2024) menunjukkan bahwa literasi digital yang baik dapat meningkatkan kemampuan siswa menghadapi risiko online sekaligus memaksimalkan manfaat teknologi. Artinya, siswa tidak hanya lebih aman, tetapi juga lebih produktif dan kreatif. Selain itu, pendidikan moral harus berjalan seiring dengan literasi digital. Belajar tentang nilai kejujuran, tanggung jawab, dan empati tidak cukup dilakukan di kelas saja. Guru perlu memberi contoh nyata melalui cara mereka berkomunikasi, memberikan tugas, dan menggunakan sumber digital yang valid. Lingkungan sekolah juga harus mendukung budaya saling menghargai, termasuk ketika siswa berinteraksi di media sosial.

Baca Juga  Jangan Biarkan Kursor Itu Berkedip Sendirian: Seni Berdamai dengan Skripsi di Era AI

Pembelajaran akan lebih kuat jika dikaitkan dengan kasus nyata. Misalnya, membahas bagaimana hoaks muncul dan menyebar, atau bagaimana cyberbullying bisa merusak mental seseorang. Dengan demikian, siswa tidak sekadar memahami teori, tetapi juga terbiasa membuat keputusan yang etis dalam kehidupan digitalnya. Al-Qur’an kembali menegaskan pentingnya menjaga perkataan, termasuk saat berkomunikasi di ruang digital: “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik  (dan benar). Sesungguhnya setan itu selalu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. Al-Isra’: 53). Ayat ini menjadi pedoman bahwa etika dan akhlak harus tetap dijaga, meskipun kita tidak bertemu langsung dengan lawan bicara.

Teknologi tidak akan berhenti berkembang, tetapi karakter dapat terus dibentuk. Pendidikan moral yang berpadu dengan literasi digital membantu siswa menjadi pengguna teknologi yang cerdas, beretika, dan bertanggung jawab. Ini adalah langkah penting untuk menyiapkan generasi yang mampu berkontribusi positif di tengah derasnya arus informasi. Membangun karakter digital bukan hanya tugas sekolah, tetapi juga orang tua dan masyarakat. Jika pendidikan ini berjalan bersama-sama, maka siswa tidak hanya menjadi “pengguna teknologi”, tetapi juga menjadi warga digital yang berakhlak, kritis, dan berdaya.

DAFTAR PUSTAKA

Saragih, R., Amini, A. K., & Jannah, L. (2024). Literasi Digital Berbasis Sekolah Dalam Mencegah Tindakan Cyberbullying Pada Remaja. CONTENT: Journal of Communication Studies2(1), 31-38.

Nurhasanah, A., Reygita, H., & Kalalo, S. N. M. (2024). Pengaruh Teknologi Modern Terhadap Moralitas dan Tanggung Jawab Siswa Sekolah Dasar. Student Scientific Creativity Journal2(1), 175-186

(QS. Al-Hujurat: 6)

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ ۝٦

Baca Juga  Wisuda ke-12 STMIK Bandung Bali: Kukuhkan Lulusan Baru dan Teken MoU Strategis dengan PT GEB serta Asosiasi Tiongkok

Tanjung, A. Q., Suciptaningsih, O. A., & Asikin, N. (2024). Urgensi etika dalam literasi digital di era globalisasi. WASIS: Jurnal Ilmiah Pendidikan5(1), 32-41.

(QS. Al-Isra’: 53).

وَقُلْ لِّعِبَادِيْ يَقُوْلُوا الَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ كَانَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوًّا مُّبِيْنًا ۝