Kupas Tuntas Strategi Lolos Hibah Penelitian DPPM 2026 Bersama Prof. Muji Setiyo dan Diktilitbang Muhammadiyah

Kupas Tuntas Strategi Lolos Hibah Penelitian DPPM 2026 Bersama Prof. Muji Setiyo dan Diktilitbang Muhammadiyah | Sumber Foto : Istimewa

Arahnesia.ID – Menjelang penghujung tahun, Ahad, 21 Desember 2025, atmosfer akademik di lingkungan Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (PTMA) justru semakin memanas. Bukan karena cuaca, melainkan karena “demam proposal” yang melanda para dosen. Di tengah hiruk-pikuk persiapan libur akhir tahun, Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah menggelar sebuah agenda krusial, Webinar Penyusunan Proposal DPPM 2026.

Pagi itu, layar Zoom dipenuhi oleh lebih dari 700 wajah antusias dari seluruh penjuru nusantara, dari Maumere hingga Tangerang, dari Sorong hingga Yogyakarta. Narasumber utamanya bukan orang sembarangan, beliau adalah Prof. Dr. Muji Setiyo, ST., MT., pakar riset dari Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA) yang sudah malang melintang di dunia hibah penelitian nasional.

Dengan gaya bicara yang khas namun sarat daging, Prof. Muji membedah habis-habisan strategi memenangkan hati reviewer DPPM (Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat) untuk pendanaan tahun 2026. Berikut adalah rangkuman komprehensif dari Webinar yang berdurasi 90 menit tersebut.

Membuka sesi, Prof. Muji langsung memberikan pengingat penting terkait timeline. Deadline unggah proposal jatuh pada 29 Desember 2025, pukul 15.00 WIB.

“Ini sepertinya sengaja dibuat untuk menutup tahun dengan produktivitas,” selorohnya. Namun, ia mengingatkan agar para dosen tidak terjebak pada kebiasaan last minute. Beliau menekankan filosofi dosen PTMA yang harus “Cak: Cepat dan Benar”.

Berdasarkan data BIMA, tercatat hampir 40.000 draf proposal yang masuk, namun baru sepertiga yang berhasil submit. Mengapa banyak yang gagal di tengah jalan? Prof. Muji mengidentifikasi beberapa “penyakit” klasik:

  • Masalah Administrasi, Belum punya NIDN atau akun BIMA belum update.

  • Skor Sinta, Ketidaksesuaian skor Sinta dengan skema yang dipilih.

  • Kurang Kompak, Tim peneliti yang hanya “menaruh nama” tanpa kolaborasi nyata.

  • Gagal Submit, Waktu habis karena sistem down di jam-jam terakhir.

Baca Juga  Membangun Rumah di Tengah Badai Akademik: Sebuah Peta Jalan Bagi Pejuang Tesis yang Tersesat

 

Bagi banyak dosen, melihat Buku Panduan Penelitian dan Pengabdian setebal 306 halaman mungkin terasa mengintimidasi. Prof. Muji memberikan tips cerdas, Fokus pada skema yang dipilih.

Beliau menekankan satu hal teknis yang sering dianggap sepele namun fatal yaitu Font Avenir LT Pro.

“Pastikan komputer Bapak/Ibu sudah terinstal font Avenir. Tahun lalu, ada proposal bagus yang tidak lolos administrasi hanya karena font-nya dianggap tidak sesuai panduan. Ini masalah kehati-hatian (mitigasi risiko),” tegas Prof. Muji.

Salah satu poin paling krusial dalam paparan Prof. Muji adalah kemampuan dosen untuk membedakan antara Penelitian Dasar dan Penelitian Terapan. Jangan sampai “salah kamar”.

Penelitian Dasar (PDP, PFR)

Fokus utamanya adalah penemuan ilmu pengetahuan baru, pengembangan teori, atau model konsep ilmiah.

  • Luaran Utama berupa Artikel di jurnal ilmiah.

  • Targetnya meningkatkan kapasitas peneliti dan membangun rekam jejak.

  • Kesalahan umum yang terjadi diantaranya mengajukan penelitian dasar tapi berorientasi pada produk komersial siap pakai.

Penelitian Terapan

Tujuannya adalah menghasilkan inovasi yang siap dihilirisasi atau solusi aplikatif.

  • Syarat Mutlak skema ini adalah ketua harus punya modal ilmiah (minimal satu artikel jurnal internasional bereputasi sebagai penulis pertama/korespondensi) dan ada mitra yang relevan.

  • Luarannya beripa prototipe atau model yang diuji di lingkungan sebenarnya.

PKPT (Penelitian Kerja Sama Perguruan Tinggi)

Ini adalah “jembatan” bagi dosen lektor dari perguruan tinggi klaster Madya, Pratama, atau Binaan untuk menggandeng peneliti doktor dari klaster Mandiri atau Utama. Prof. Muji sangat menyarankan kolaborasi antar-PTMA dalam skema ini.

Dalam penilaian substansi, bagian Pendahuluan memiliki bobot yang sangat besar (mencapai 45-57%). Prof. Muji membagikan rumus jitu dalam menyusun latar belakang:

  1. Fakta/Data Terkini. Tampilkan data yang up-to-date.

  2. Identifikasi Masalah. Apa masalah intinya?

  3. Gap Analysis. Tunjukkan jurang antara kondisi aktual vs ideal, atau teori vs praktik.

  4. Urgensi. Apa dampaknya jika masalah ini tidak segera diselesaikan?

  5. Inovasi Pendekatan. Tunjukkan bahwa cara Bapak/Ibu lebih baik dari yang sudah ada (bukan imitatif).

Baca Juga  Pendidikan Moral dan Literasi Digital: “Menguatkan Karakter di Era Teknologi”

Jangan hanya daftar pustaka. SOTA harus berisi cerita perkembangan ilmu pengetahuan di bidang tersebut.

  • Apresiasi. Puji penelitian terdahulu yang bagus.

  • Kritisi. Temukan celah (gap) yang belum mereka sentuh.

  • Posisi. Di situlah Bapak/Ibu masuk dengan kebaruan (novelty).

 

Prof. Muji menyarankan penggunaan flowchart yang jelas untuk menggambarkan tahapan penelitian. Untuk bidang sosial, validasi pakar pada instrumen sangat krusial, sedangkan untuk bidang eksakta, set-up eksperimen dan kalibrasi alat harus detail.

Poin penting lainnya adalah Roadmap Penelitian. Tunjukkan rekam jejak 5 tahun terakhir dan rencana 5 tahun ke depan. “Roadmap bukan sekadar hiasan, tapi bukti bahwa Bapak/Ibu serius membangun kepakaran di bidang tersebut,” tambahnya.

Menyusun RAB bukan soal “menghabiskan uang”, tapi soal pemanfaatan sumber daya untuk mencapai tujuan riset secara terhormat. Prof. Muji menekankan penggunaan SBM 2026 (PMK 32/2025).

Beberapa kesalahan RAB yang sering ditemukan:

  • Harga melebihi SBM.

  • Item tidak nyambung dengan metode (misal: di metode tidak ada survei, tapi di RAB ada biaya transport lapangan).

  • Honor peneliti (masih belum diperbolehkan secara resmi di panduan DPPM).

  • Biaya publikasi lewat joki. “Ini sangat bertentangan dengan nilai Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) kita,” pesan beliau dengan serius.

Webinar menjadi sangat hidup ketika para dosen mulai melontarkan pertanyaan spesifik.

  • Tentang Tim.  “Bolehkah anggota berbeda bidang ilmu?” Tanya seorang peserta. Prof. Muji menjawab bahwa untuk penelitian, satu bidang ilmu justru lebih bagus karena membangun grup riset yang kuat.

  • Tentang S3.  Bagi dosen yang sedang studi lanjut, Prof. Muji mengingatkan untuk mengecek status di PDDIKTI. Secara aturan, dosen tugas belajar tidak diperbolehkan menjadi ketua pengusul.

  • Tentang Mitra. Untuk penelitian terapan, mitra harus memiliki peran jelas dalam metode, misalnya sebagai validator atau pengguna hasil riset.

Baca Juga  Jangan Biarkan Kursor Itu Berkedip Sendirian: Seni Berdamai dengan Skripsi di Era AI

 

Sebagai penutup yang menginspirasi, Prof. Muji menyampaikan pesan mendalam:

“Kalau kita membaca buku, kita menambah pengetahuan. Kalau kita membaca artikel, kita meng-update pengetahuan. Tapi kalau kita meneliti, kita meng-upgrade pengetahuan. Aktiflah mengusul hibah bukan hanya demi dana, tapi agar pengetahuan kita selalu ter-upgrade.”

Ketua penyelenggara, Mas Lukman, menutup acara dengan mengingatkan bahwa materi dan Self-Evaluation Excel akan dibagikan melalui grup dan deskripsi YouTube Diktilitbang Muhammadiyah.

Mari Bapak dan Ibu dosen PTMA, masih ada waktu beberapa hari lagi. Rapikan drafnya, cek kembali font Avenir-nya, pertajam gap risetnya, dan mari kita tunjukkan bahwa peneliti Muhammadiyah siap memberikan kontribusi nyata bagi bangsa! (*)